CERITA PERJALANAN: TERJADINYA ERUPSI DALAM KEGIATAN PENDAKIAN GUNUNG MARAPI
Penulis:
Naomi Johanna Simanjuntak & Dewi Anggraini
(Anggota Muda Mapala Batara FH UR Angkatan Ke-XI)
Gunung
Marapi merupakan gunung aktif yang terletak di antara Kabupaten Tanah Datar,
Kabupaten Agam dan Kotamadya Pandang Panjang. Namun secara administratif, Gunung
Marapi berada dalam kawasan Kabupaten Agam. Gunung Marapi memiliki ketinggian
Dalam
kegiatan organisasi, susunan kepanitiaan dan rundown kegiatan sangat penting dibentuk agar kegiatannya tertata sesuai prosedur. Dari
rapat tersebutlah kami memutuskan semua yang harus dipersiapkan mulai dari
kendaraan yang kami gunakan hingga peralatan apa saja yang akan dibawa, rundown kegiatan beserta kepanitiaan sendiri juga dibentuk saat rapat pertama diadakan. Hal yang tak kalah penting
sebelum keberangkatan adalah persiapan fisik dan mental yang tak lupa pula kami
tingkatkan sebelum mendaki, olahraga bersama rutin kami lakukan sebelum
kegiatan ini. Pada tanggal 30 November 2023, tepatnya satu hari menuju dilakukanya kegiatan
ini kami memastikan semua peralatan yang dibutuhkan sudah siap semua.
Hari itu, tanggal 01 Desember 2023 adalah start perjalanan kami menuju Gunung Marapi untuk tujuan utama pendakian bersama ini, yang kami laksanakan dari tanggal 01 sampai 04 Desember 2023. Kami yang beranggotakan 10 orang dari Mapala Batara Fakultas Hukum Universitas Riau, yakni Elika Maharani (Ketua Umum), Benget Hasiholan Mare-Mare, Nolinus Hogejau, Diyah Surya Purnamasari, Sri Wahyuni, Nabila Habibba Rabbi, Noor Annisa Alsyarina Putri Lubis, Lolita Veronica, serta kami berdua sebagai Anggota Muda Angkatan Ke-XI, Naomi Johanna Simanjuntak, dan Dewi Anggraini untuk menjalankan kegiatan organisasi yaitu Follow Up (luar) Anggota Muda Mapala Batara Fakultas Hukum Universitas Riau. Dengan persiapan yang matang, kami siap melakukan pendakian ini. Sebagian dari kami masih pemula, pertama kali mendaki Gunung dan sebagian di antaranya sudah berpengalaman mendaki gunung. Menempuh kurang lebih 8 jam perjalanan dari Pekanbaru menggunakan mobil, akhirnya kami sampai di kaki Gunung Marapi via Batu Palano sekitar pukul 05.10 WIB. Untuk sampai ke Pos registrasi kami melewati jalan setapak yang hanya bisa dilalui 1 buah mobil dan 2 kendaraan bermotor saja, udara yang sangat dingin menusuk kulit dan jalanan becek berlumpur cukup menggambarkan cuaca akhir-akhir ini. Karena masih dini hari dan matahari juga belum muncul, kami memutuskan untuk tidur beberapa jam dan beristirahat di Pos registrasi menjelang munculnya matahari, banyak juga pendaki lain yang beristirahat di sana.
Pada
tanggal 02 Desember 2023, kami mengawali pagi dengan duduk sembari menghangatkan tubuh dengan api unggun yang dinyalakan di depan Pos BKSDA Batu Palano. Setelah itu, kami akan
melanjutkan perjalanan yang dimulai dengan prepare, memastikan kembali semua alat dan kebutuhan selama pendakian sudah dibawa dan tersusun rapi. Siangnya, pada pukul
11.00 WIB kami memulai perjalanan yang di sebelah kanan dan kiri terdapat kebun buah-buahan dan sayuran milik warga setempat. Tidak berapa lama kami berjalan, kami pun beristirahat untuk makan
siang tepatnya di sebelah sumber mata air yang disebut Mata Air Koncek. Setelah
makan siang, kami melanjutkan perjalanan dan tidak lupa pula dengan dipimpin
Elika Maharani selaku Ketua Umum Mapala Batara sekaligus Ketua Tim Pendakian ini. Kami memulai perjalanan dengan membaca do'a sesuai
kepercayaan masing-masing. Setelah itu kami melewati hutan bambu yang biasa dikenal
dengan Parak Batuang oleh penduduk lokal. Canda tawa, nyanyian dan keluhan
terucap saat mendaki oleh para pendaki pemula seperti kami, Anggota Muda Mapala Batara, tetapi tetap dengan tekad yang kuat
untuk mencapai ke puncak, kami melewati jalur pendakian yang terjal dan akar-akar pohon di sepanjang perjalanan. Fokus
dan konsentrasi adalah modal yang harus dipakai selama perjalanan untuk bisa
membangun motivasi dan memulihkan energi. Selama perjalanan panjang itu, jika ada yang
kelelahan maka seluruh anggota beristirahat sebentar agar tidak terjadi hal
yang tidak diinginkan. Setiap Pos yang kami lewati juga menjadi tempat kami untuk beristirahat, saat bertemu dengan pendaki lain adab di Gunung adalah akan saling
bertegur sapa dan melempar senyum ramah.
Cuaca
pada siang hari itu tidak menentu, hujan tiba-tiba turun cukup menghambat perjalanan
menuju ke atas, tanah yang licin dan aliran air hujan yang dari atas ke bawah. Kami
harus lebih berhati-hati saat itu, memperhatikan satu sama lain juga melihat tiap
pijakan kaki serta berpegangan sebagai topangan. Kami sempat membawa perbekalan nasi bungkus
dari Pos registrasi, maka ketika hujan waktu itu sangat lebat sehingga kami berhenti di Pos 4
untuk istirahat dan makan untuk mengembalikan energi yang sudah terkuras karena kelelahan dan kedinginan. Bukan
hanya kami saja, tetapi ada beberapa pendaki lain yang beristirahat dan makan
di sana, tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain menyemangati satu sama lain, menyakinkan
diri bahwa ini bukan sebuah perjalanan yang sia-sia. Beberapa saat kemudian hujan pun mulai mereda
dengan sisa tenaga yang kami punya tak peduli dingin dan letih itu, saat itu dalam hati kami hanya satu yaitu segera sampai di cadas lalu mendirikan tenda dan
beristirahat. Perjalanan itu cukup lama
melewati jalan sempit dan tanjakan yang sangat curam karena hujan kembali turun
lebih deras, sehingga suhu waktu itu sangat
dingin sekali. Dengan tekat yang kuat, kami pun sampai di Pos 5 yang cuacanya saat itu hujan deras dan angin kencang, kami putuskan
membangun tenda dan beristirahat di atas post 5 di bawah daerah cadas mengingat kondisi
yang tidak memungkinkan saat itu. Bersama-sama kami berbagi tugas untuk mendirikan tenda dan menyelamatkan barang-barang kami agar tidak semakin basah oleh hujan. Setelah tenda telah berdiri, kami secara bergantian mengganti pakaian untuk mengurangi rasa
dingin di badan, menghindari hipotermia dan dapat beristirahat dengan nyaman. Malam
itu ditemani oleh rintik hujan, kami memasak makan malam yaitu sup bakso dan cokelat panas. Sambil berbincang
di dalam tenda kami menikmati makanan dengan ditemani rintik hujan, lalu kami lanjutkan untuk tidur memulihkan tenaga agar semangat saat
melakukan summit attact di besok harinya.
Malam
itu tenda yang kami tempati sempat didatangi hewan dan mengacak-acak sisa
makanan kami, tetapi karna saat itu gelap, sosok hewan tersebut kurang jelas terlihat oleh abang kami, yaitu Bang Nolianus, yang masih terjaga malam itu. Pada minggu pagi tepatnya di tanggal 03 Desember
2023, semua dibangunkan oleh Ketua Tim kami, Kak Elika. Meski masih dalam cuaca yang dingin
kami tetap bangun, subuh itu kami sarapan dan mempersiapkan diri untuk
melakukan summit attact. Kami pun memulai pendakian ke puncak pagi itu sekitar pukul 05.30 WIB. Pendakian pagi itu cukup seru
karena banyak pendaki lainnya juga melakukan summit attact.
Udara yang sangat dingin, kabut yang masih mendominasi dan jalan
bebatuan yang cukup terjal kami lalui, jika salah memijakan kaki maka akan berakibat fatal.
Medan yang terjal membuat kami berjalan pelan dan berhati-hati. Sekitar pukul 06.50 WIB kami sampai di Tugu Abel. Tugu Abel ini merupakan sebuah monumen untuk mengenang kepergian seorang pendaki yang telah wafat pada 05 Juli 1992. Ada beberapa tenda pendaki yang melakukan camping di sana. Tak jauh dari Tugu Abel terdapat sebuah lapangan yang lebih luas dari lapangan sepak bola. Tempat tersebut dinamai Lapangan Bola karena datar dan luas. Material dasarnya yaitu pasir hitam yang berasal dari letusan Gunung Marapi dan bebatuan di sekitarnya, tak berapa jauh dari tempat tersebut terdapat dua kawah, kawah utama mengeluarkan asap dan masih dinyatakan aktif dan kawah lainnya yang sudah tidak aktif. Bau belerang perlahan mulai terasa di dekat kawah tersebut. Dari kawah itu bisa langsung terlihat eksotisnya puncak Merpati Gunung Marapi.
Dari Puncak gunung
terlihat di sebelah kanan terdapat jurang dan di sebelah kirinya tampak dua kawah yang
kami lewati sebelumnya. Jika cuaca cerah dan tak ada kabut yang menghalangi
pandangan, dari Puncak Merpati ini bisa melihat indahnya Kota Solok, Gunung
Singgalang, Gunung Tandikek, Gunung Kerinci dan juga Taman Edelweis. Setelah
kami melewati lapangan bola tersebut kami melanjutkan perjalanan menuju ke Puncak Merpati dengan melewati kawah yang cukup dalam, setelah kami sampai di Puncak Merpati kami berfoto-foto sambil
menikmati indahnya pemandangan dari puncak tersebut, pemandangan itu sangat
indah dengan berjejernya Gunung Tandikek dan Gunung Singgalang menjadi view dari puncak. Setelah itu kami turun
untuk mencari sumber air, sebagai persediaan kebutuhan air kami selama turun
dan untuk memasak. Selesai mengambil air dan mengabadikan cantiknya taman edelwis
kami kembali berjalan menuju ke bawah dengan melewati kawah-kawah dan juga sebuah
puncak yang biasa dikenal dengan Puncak Antena. Melewati kembali kawah itu
untuk turun sekitar pukul 09.20 WIB saa hendak turun, kami mencium bau belerang yang sangat
menyengat dari kawah gunung, yang membuat sesak nafas. Bau belerang saat itu tidak
membuat kami semua curiga dan hanya beranggapan itu adalah hal biasa yang terjadi di
gunung aktif dan tanpa curiga apa yang akan terjadi selanjutnya kami tetap melanjutkan perjalanan kami.
Memang sangat jauh bebeda saat mendaki dan saat turun, perasaan takut lebih besar karna langsung melihat jurang. Saat kami turun menuju lokasi camp, di daerah cadas masih banyak para pendaki yang berada di daerah Puncak. Sesampainya di tenda, Kakak kami, yaitu Kak Lolita dan Kak Nabila, juga Bang Benget sudah mulai memasak makan siang. Sambil menunggu makanan masak, kami sebagian mengemasi barang-barang pribadi dan tim karena karena harus segera turun sebelum jam 2 siang, sesuai dengan waktu di rundown kegiatan. Pada pukul 13.30 WIB setelah selesai packing alat dan barang-barang, dipimpin oleh Kak Elika Maharani selaku Ketua Tim, kami memulai dengan doa sesuai kepercayaan agar selama di perjalanan turun kami selamat dari hal-hal yang tidak diinginkan. Kami menuruni gunung dengan memperhatikan langkah demi langkah, berbeda dengan mendaki, turun gunung memang tidak terlalu letih berbeda dengan mendaki gunung. Namun, lutut terasa bergetar dan sangat rentan untuk terjatuh.
Melewati satu Pos dan beristirahat sejenak di Pos 4, kami pun melanjutkan perjalanan dengan senang hati karena cuaca saat itu cerah, juga tenaga kami yang sudah pulih karena istirahat dan makan siang tadi. Dari pos 4 menuju pos 3 kami berjalan beriringan dan sesekali beristirahat. Belum lama berjalan dari Post 4, kami bertemu dengan para pendaki yang baru akan mendaki hari itu, seperti biasa kami saling memberi semangat dan saling sapa.
"DUARRR!!!" Belum lama kami berjalan, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang memekakkan telinga, suara itu diawali seperti suara pesawat tempur yang sangat mendekat, kami terdiam sepersekian detik saling tatap satu sama lain, menyakinkan kepada diri kami bahwa ini bukanlah suatu hal yang membahayakan bagi kami. Tak lama, tampak pohon-pohon tumbang disertai banyak batu yang berjatuhan dari langit di sekitar kami. Seketika itu, Kak Elika selaku Ketua Tim kami mengintstuksikan untuk cepat berlari sekuat tenaga dan harus tetap berhati-hati dalam melangkah. TERNYATA GUNUNG MARAPI ERPUSI!
Hujan batu di kala itu sangatlah mengerikan, kerikil kecil dan batu besar berjatuhan tanpa henti. Suasana yang mencekam saat itu ditambah lagi rasa takut yang mendominasi, salah satu dari tim kami bernama Bang Nolianus dengan sigap mencari pohon yang cukup besar untuk menjadi tempat kami berlindung dari hujan batu tersebut. Beberapa menit terdiam di tempat kami berlindung, dengan keadaan hujan batu yang masih terjadi, kami melihat dengan nyata mimpi buruk itu terjadi, keadaan yang sama sekali tidak pernah kami bayangkan sebelumnya. Kami saling menguatkan dan memotivasi diri sendiri bahwa kami akan pulang ke rumah dengan selamat. Beberapa anggota dari tim kami terkena batu saat erupsi terjadi. Kami terus berlari menuruni gunung secepat mungkin dan tetap berhati-hati, karena jalur yang licin dan curam tidak membuat kami takut lagi. Namun, bencana alam erupsi gunung Marapi inilah yang membuat rasa takut di hati kami semua. Di sini kami mengingat kembali bahwa “Satu detik di alam adalah nyawa taruhannya.” Itu merupakan salah satu hal yang diajarkan oleh kakak-kakak dan abang-abang kami ketika Pendidikan dan Latihan Dasar menjadi seorang Mapala di organisasi Mapala Batara FH UR. Semua perasaan pada saat itu campur aduk antara letih, takut, panik, serta pikiran yang tidak bisa tenang. Tetapi kami masih mempunyai tekad dan ambisi untuk hidup dengan selamat. Abang kami, Bang Bigman dan Bang Randi, merupakan Anggota Kehormatan Mapala Batara FH UR yang sudah menunggu keselamatan kami di Pos registrasi, mereka meninstruksikan kami melalui telepon dari ponsel milik Ketua Tim kami agar kami harus segera sampai di pintu rimba, karena di situ posisinya para penduduk lokal pun sudah mulai berlari menjauh dari kaki gunung tersebut. Saat itu tim kami terbagi menjadi dua kelompok karna erupsi itu terjadi, kami sempat tertinggal jauh, karna mereka khawatir kepada kami yang masih jauh dari mereka, akhirnya mereka menunggu kami di Pos 2 agar bersama-sama menuruni Gunung Marapi.
Sempat salah satu dari tim kami, yaitu Bang Nolianus kembali lari ke atas dan berteriak kepada tim pendaki lain yang tadi sempat bertemu dengan kami untuk memperingatkan mereka agar ikut turun dengan kami. Selama perjalanan itu, tak jarang kaki kami tergelincir akibat dari rasa letih dan kaki yang sudah tak sanggup untuk berlari. Hingga setibanya kami di Pos 2, kami semua memutuskan istirahat sejenak dan menenangkan diri, di sini kami bersepuluh kembali berkumpul. Ada para pendaki lain juga yang sedang beristirahat di Pos 2 ini. Kemudian, setelah mengamankan sepatu kami yang sempat jebol telapaknya akibat berlarian dari atas ke bawah, kami pun melanjutkan perjalanan turun karena takut akan ada letusan susulan dari kawah Gunung Marapi. Baru saja memulai perjalanan turun, satu dari anggota kami yaitu Naomi mengalami cedera di pergelangan kakinya, penanganan pertama langsung dilakukan oleh Bang Benget pada kaki Naomi yang ternyata mengalami terkilir. Setelahnya, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan memapah Naomi yang sudah tidak sanggup lagi berjalan dengan normal, dan karena situasinya yang berbahaya, kakak-kakak kami terus memberikan motivasi kepada kami, Anggota Muda, untuk terus melangkah perlahan-lahan dengan harapan pulang dengan selamat yang besar.
Dengan usaha dan tekad yang kuat, akhirnya kami semua sampai di pintu rimba. Saat itu sudah ada Bang Randi yang menghampiri kami dan saat melihat kondisi kaki Naomi, seketika Bang Randi menginstuksikan agar Naomi naik ke punggung Bang Randi. Kemudian menggendongnya ke Pos BKSDA Batu Palano karena mobil yang kami gunakan sudah menunggu di sana. Kemudian kami disarankan langsung ketempat registrasi untuk beristirahat dan mengganti pakaian. Sesampainya di sana, ternyata sudah ramai tim ranger, tim SAR, aparat berwajib dan penduduk lokal yang berkumpul. Kami hanya menghabiskan waktu 2 jam untuk turun dari Pos 4 ke Pos Registrasi. Tim kamilah yang merupakan tim kedua yang sudah turun dan checkout saat itu. Setelah mengganti pakaian, beristirahat dan melakukan pertolongan pertama pada kaki Naomi yang terkilir, kami pun memutuskan untuk pulang ke Pekanbaru. Ketika di perjalanan, mobil kami dihentikan oleh aparat TNI dan kepolisian, kemudian kami diarahkan harus melapor ke Kantor Wali Nagari Batu Palano guna memberikan keterangan, pendataan korban dan pertolongan pertama untuk korban yang mengalami cedera. Ternyata di sana sudah ramai sekali penduduk lokal, wartawan, dan aparat TNI/Kepolisan, serta tim mendis yang menunggu para korban erupsi Marapi.
Kami belum diperbolehkan pulang saat itu karena harus menunggu pendataan para pendaki yang dinyatakan sebagai korban Erupsi Marapi. Sembari menunggu di Kantor Wali Nagari Batu Palano itu, kami melihat ternyata berita erupsinya Gunung Marapi sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Wajah kami terpampang jelas di berbagai media masa. Dan keluarga kami di Pekanbaru terus-menerus menghubungi kami untuk menanyakan kabar karena khawatir. Setelah tim kami memberikan keterangan dan para pihak yang berwajib sudah mengumpulkan data-data, kami semua yang beranggotakan 10 orang dari Mapala Batara FH UR sudah diperbolehkan untuk pulang ke Pekanbaru. Selama diperjalanan menuju ke Pekanbaru, rasa takut dan trauma itu masih melekat pada diri kami masing-masing. Karena bencana itu merupakan hal yang tidak disangka-sangka. Kami bersyukur masih diberi keselamatan dan pulang ke rumah. Pada hari Senin, tepatnya tanggal 04 Desember 2023 pada pukul 06.00 WIB kami pun tiba di Pekanbaru dan kembali ke rumah masing-masing.
Begitulah cerita perjalanan kami sebagai pendaki pemula yang menjadi korban erupsi Gunung Marapi di tahun 2023. Banyak pelajaran yang bisa kami ambil dari perjalanan ini. Tekad yang kuat akan mengalahkan segala rasa takut dan letih. Persaudaraan yang erat akan melahirkan rasa peduli dan motivasi untuk sama-sama berjuang demi keselamatan bersama. Pergi sama-sama, pulang pun harus sama-sama. "Hidup Penuh Kreasi, Tumbuh Penuh Makna."
SALAM LESTARI !!!
1 hal berharga:
“1 detik di alam adalah nyawa taruhannya.”
3 Pesan alam :
1. Jangan membunuh apapun kecuali waktu
2. Jangan meninggalkan apapun kecuali jejak
3. Jangan mengambil apapun kecuali gambar
Komentar
Posting Komentar